IKE FARIDA: PEMERINTAH PERLU MEMPERHATIKAN PEKERJA ALIH DAYA &
MENDUKUNG TERBENTUKNYA PERATURAN ALIH DAYA TERSENDIRI

Jawaposnews.id – Seiring dengan semakin berkembangnya teknologi, serta dipengaruhi oleh beberapa
faktor dari dinamika sosial masyarakat seperti pandemi, self-healing, flexibility, tren media
sosial dll. cukup mempengaruhi perubahan social environment yang sangat signifikan. Pola
kerja misalnya, pada umumnya bekerja dilakukan dikantor, namun sejak terjadi pandemi
format kerja disesuaikan agar lebih fleksibel dengan skema Work from Home (WFH) dan Work
from Anyway (WFA). Tujuannya tidak lain untuk mengurangi angka penyebaran penyakit
dengan menekan mobilitas masyarakat. Selain itu, berdasarkan data statistik, sebaran
angkatan kerja beberapa tahun kebelakang, didominasi oleh generasi muda yang cenderung
menyukai sistem kerja fleksibel. Akibatnya, tren pekerja Alih Daya (outsourcing) turut
mengalami peningkatan.
Melihat situasi saat ini dan proyeksi visi misi ekonomi Indonesia di masa depan,
perusahaan pemberi kerja akan lebih memerlukan pekerja dengan kemampuan soft-skill dan
hard-skill yang siap pakai. Pemenuhan lapangan kerja untuk peningkatan ekonomi negara
sejak berdirinya Indonesia, menjadi pekerjaan besar yang terus diupayakan hingga saat ini.
Tentunya, untuk memenuhi kebutuhan bisnis dan ekonomi tersebut, tantangan bagi
pemerintah adalah peningkatan mutu SDM, jaminan kesejahteraan dan ketersediaan
lapangan kerja untuk angkatan kerja yang diakomodir ketentuannya dalam UU No. 11/2020
(UU Cipta Kerja/UUCK). Sebelum UUCK, aturan mengenai alih daya dikenal dengan
“Penyerahan Sebagian Pekerjaan Kepada Perusahaan Lain”, istilah populernya adalah
Outsourcing. Setelah diundangkannya UUCK, PP No. 35/2021 tentang Perjanjian Kerja Waktu
Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, dan Pemutusan Hubungan Kerja
sebagai aturan pelaksana dari UUCK, skema alih daya diatur lebih teperinci dan diperluas.
Merespon hal ini, Himpunan Konsultan Hukum Ketenagakerjaan Indonesia (HKHKI)
menggelar Diskusi Pakar 6.0 yang diisi oleh para pembicara dari pihak pemerintah,
akademisi, pengusaha dan serikat pekerja.
Diskusi Pakar Nasional 6.0 dengan tajuk “Format Kerja Era Digitalisasi & Tren Alih
Daya Pasca PP No. 35/2021” (13/07) ini dibuka oleh Keynote Speaker Dr. Ike Farida, S.H., LL.M.
selaku Ketua Umum DPP HKHKI. Dalam pemaparannya, Dr. Farida menyampaikan penting
bagi pemerintah untuk memberikan pendampingan dan peningkatan bagi SDM terutama
untuk meningkatkan soft-skill karena teknologi akan terus berkembang sehingga permintaan
SDM yang melek digital akan semakin tinggi. Sekalipun format kerja baru yang lebih fleksibel
digemari generasi muda angkatan kerja, penting bagi pemerintah untuk segera
mempersiapkan peraturan tersendiri yang mengatur hak-hak dan perlindungan pekerja alih
daya.
Narasumber dari Kementerian Ketenagakerjaan Republik Indonesia diwakili oleh Ibu
Ir. Dinar Titus Jogaswitani, M.B.A. dalam kapasitasnya sebagai Dir. Hubungan Kerja &
Pengupahan. Dalam pemaparannya, ibu Dinar menyampaikan mengenai langkah-langkah
yang diambil oleh pemerintah, terutama Kementerian Ketenagakerjaan, pasca Putusan
Mahkamah Konstitusi sehubungan dengan UU Cipta Kerja. Di akhir pemaparannya, ibu
Dinar menyampaikan bahwa salah satu tindak lanjut Putusan MK dari Kementerian
Ketenagakerjaan adalah melalui optimalisasi dan sosialisasi UU Cipta Kerja kepada semua
stakeholders, diantaranya meliputi Pemda, pengusaha, serikat pekerja, akademisi, dan pihak
terkait lainnya.
Hadir pula narasumber dari akademisi yang diwakili oleh Prof. Dr. Ari Hernawan, S.H.,
M.Hum. selaku Guru Besar Bid. Ketenagakerjaan dari Fakultas Hukum Universitas Gadjah
Mada, disampaikan mengenai histori perkembangan alih daya dan bagaimana perspektif alih
daya dari sisi pengusaha maupun dari sisi pekerja. Selain itu, Prof. Ari turut menyampaikan
hal-hal apa saja yang secara signifikan berubah pada saat transisi dari UU No. 13/2003
tentang Ketenagakerjaan ke UU No. 11/2020 tentang Cipta Kerja dan aturan pelaksananya
PP No. 35/2021.

Asosiasi pengusaha yang diwakilkan oleh Asosiasi Bisnis Alih Daya Indonesia (ABAD)
menghadirkan Ketua Umum ibu Mira Sonia, S.Psi, M.M. yang menyampaikan tentang
kebijakan dan perlindungan yang diberikan bagi perusahaan-perusahaan yang bergerak di
bidang alih daya. Tidak luput ibu Mira turut menyampaikan bahwa selaras dengan
perkembangan teknologi, digitalisasi, dan otomatisasi, maka format alih daya menjadi sangat
penting untuk diperhatikan.
Golongan pekerja yang diwakilkan oleh Ketua Umum Konfederasi Serikat Pekerja
Seluruh Indonesia (KSPSI), Bp. Jumhur Hidayat menyampaikan bahwa sejatinya golongan
pekerja dan serikat buruh tidak menyetujui dan menentang terkait dengan sistem kerja alih
daya karena dasar hukumnya kurang jelas dan dianggap kurang memperhatikan
kesejahteraan para pekerja.
Diskusi Pakar Nasional 6.0 yang dimoderatori oleh Dr. Ir. Dwi Untoro Pudji Hartono
S.H., M.A., anggota HKHKI dan Purna Bakti Disnakertrans Jakarta Utara ini berlangsung
dengan hangat dan interaktif. Banyaknya pertanyaan yang timbul dari peserta selama diskusi
antara para moderator dan narasumber menjadikan acara ini interaktif dan memberikan
transfer of knowledge yang besar. Segala masukan, kajian, dan hasil diskusi nantinya akan
menjadi bahan rekomendasi HKHKI kepada pemerintah, utamanya dalam kajian peraturan
terkait dengan pengaturan dan kebijakan alih daya.
Diskusi Pakar Nasional 6.0 memberikan catatan penting bagi pemerintah terkait dengan
usulan-usulan untuk perbaikan PP No. 35/2021 tentang PKWT, Alih Daya, Waktu Kerja
Waktu Istirahat, & PHK, beberapa diantaranya adalah:

  1. Penting bagi Indonesia untuk mengejar ketinggalan dalam pengembangan SDM,
    terutama terkait dengan soft-skill dan bidang IT, karena SDM yang memiliki literasi
    digital tinggi sangat diperlukan untuk meningkatkan daya saing.
  2. Format kerja baru akan terus berkembang terutama dengan maraknya teknologi dan
    digitalisasi. Hal ini sangat diminati oleh Angkatan kerja saat ini yang didominasi oleh
    generasi muda (Millennial & Gen Z), sayangnya aturan yang ada saat ini belum
    mencakup pekerja-pekerja informal.
  3. Indonesia harus segera membuat dan mempersiapkan peraturan yang secara khusus
    mengatur alih daya tanpa harus menunggu visi Indonesia Emas 2045, karena kebutuhan
    terkait perkembangan teknologi akan terus meningkat tanpa harus menunggu tahun

  4. Di akhir acara, Sekretariat HKHKI turut mengumumkan bahwa sejumlah penanya
    terbaik akan memenangkan giveaway berupa buku “Kewarganegaraan di Indonesia: Konsep
    dan Petunjuk Praktis Tentang Kewarganegaraan (Edisi Revisi)” dan “Perjanjian Perburuhan:
    Perjanjian Kerja Waktu Tertentu dan Outsourcing” yang merupakan karangan dari Ketua
    Umum DPP HKHKI, Dr. Ike Farida, S.H., LL.M., di mana para pemenang giveaway ini akan
    diumumkan melalui kanal sosial media HKHKI. (Alf)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *